Tinjauan Yuridis mengenai Pemberlakuan Tawanan Perang (Prisoners of War) oleh Israel dalam Perspektif Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan Hamas dalam Perspektif Hukum Islam
image: Vox

Oleh: Fakhrul Haholongan Pulungan, Universitas Gadjah Mada

Pemenang Juara Harapan Lomba Menulis Artikel Islam & Konflik Bersenjata INSANIA

Pendahuluan

Konflik bersenjata selalu mengakibatkan orang yang terlibat ataupun yang tidak terlibat peperangan menjadi korban. Dalam konflik bersenjata, pihak yang terlibat dalam peperangan wajib melindungi hors de combat (kombatan yang menyerahkan diri) dan penduduk sipil. Kombatan yang ditahan oleh musuh memiliki hak yang harus dilindungi. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 yang berisi pemberlakuan secara manusiawi tawanan perang dan Protokol Tambahan I 1977 Pasal 43–44 yang memberi definisi baru terhadap kombatan dan membahas perlindungan penduduk sipil dari dampak peperangan. 

Pemberlakuan tawanan perang dalam Hukum Islam pun sudah tidak asing. Al Qur’an memerintahkan umat Muslim yang berperang untuk memberlakukan tawanan secara manusiawi dan berhak membebaskan mereka apabila bertaubat. Dalam Hukum Islam, pemberlakuan tawanan perang dalam termaktub dalam beberapa ayat Al Qur’an dan As Sunnah.

Bagaimana Pemberlakuan Tawanan Perang dalam Perspektif Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Islam?

Berdasarkan literatur HHI, terdapat beberapa prinsip yang harus dipatuhi pihak yang terlibat dalam peperangan tentang pemberlakuan tawanan perang yang ada dalam Konvensi Jenewa 1949, yaitu mereka harus diberikan jaminan perlindungan hak asasinya sebagai manusia, jaminan perlindungan dari kejahatan dan ketidakadilan perang ketika berstatus sebagai prisoners of war, dan jaminan kesehatan yang setara dan tidak boleh diabaikan.1

Dalam Hukum Islam pemberlakuan tawanan perang dalam termaktub dalam beberapa ayat Al Qur’an, yaitu QS. At Taubah (9) : 5, QS. AI Anfal (8) : 67, QS. AI Anfal {8) : 70, QS. AI Anfal (8) : 71, dan QS. Al Baqarah (2) :190 QS. Al Insan (76) : 8, yang memuat beberapa ketentuan, yaitu para tawanan berhak untuk tidak dimintai kompensasi atau ganti rugi, tawanan berhak untuk diperlakukan secara manusiawi, tawanan berhak atas jaminan kesehatan dan perlakuan secara adil, dan para tawanan harus didakwahi supaya memeluk Islam.2

Namun, beberapa negara maupun aktor non negara yang terlibat perang kerap melanggar aturan pemberlakuan tawanan perang tersebut. Misalnya, Israel, yang memperlakukan tawanan perangnya secara tidak manusiawi. Hal ini terbukti dari beberapa kesaksian dan sumber-sumber berita sebagai berikut.

Bagaimana Israel dan Hamas Memperlakukan Tawanan Perangnya?

Dalam suatu video yang dianalisis oleh Crisis Evidence Lab milik Amnesty International, beberapa tahanan Palestina ditelanjangi, mata ditutup dan diborgol, dan dikelilingi oleh setidaknya 12 tentara yang dilengkapi dengan senapan. Salah satu tentara terlihat menendang kepala salah satu tahanan.3

Video lain yang dianalisis oleh Crisis Evidence Lab milik Amnesty, menunjukkan seorang warga Palestina yang ditutup matanya, bersama dengan seorang tentara Israel yang mengejek tahanan tersebut dan menari di sekelilingnya.4 Komite Palang Merah Internasional juga telah mengkonfirmasi bahwa tahanan Palestina tidak diperbolehkan berhubungan dengan keluarga mereka.

Di sisi lain, Hamas melakukan beberapa pelanggaran terkait pemberlakuan tawanan perangnya, misalnya Hila Rotem Shoshani, yang diculik, lalu dibebaskan tanpa ibunya, Raaya, yang masih berada dalam tahanan Hamas. Hila bersaksi bahwa makanan dan minuman yang diberikan oleh Hamas kepada para tawanan tidak selalu cukup. Namun, Kesaksian lain dari korban bernama Vetoon Phoome, menjelaskan bahwa dia tidak diserang atau disakiti oleh Hamas dan diberikan makanan sesuai kebutuhannya.5

Adapun kesaksian dari wanita tua bernama Alma Avraham, yang menyatakan bahwa kesehatannya diabaikan selama masa penahanan yang mengakibatkan penyakit yang dideritanya semakin parah sehingga dia harus dirawat dirumah sakit setelah dibebaskan dari penahanan. Mereka juga tidak memiliki fasilitas kamar mandi yang membuat para tawanan tidak mandi selama masa penahanan.6

Kesimpulan

Dari analisis perbandingan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran pemberlakuan tawanan perang menurut HHI Pasal 44 Protokol Tambahan I 1977 oleh Hamas tidak terlalu berat dibanding yang dilakukan oleh Israel. Israel telah melanggar jaminan terhadap hak dan kehormatan manusia dengan proporsi yang lebih banyak dibandingkan pelanggaran jaminan kesehatan yang dilakukan oleh Hamas.

Dalam Hukum Islam, Hamas telah melanggar ketentuan terhadap tawanan perang mengenai persediaan makanan yang sesuai dengan QS. Al Insan (76) : 8 “Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan”. Oleh karena itu, penulis menyarankan supaya ICJ lebih tegas dalam menegakkan hukum dan memberikan sanksi kepada secara proporsional kepada Israel dan Hamas karena keduanya telah melanggar Hukum Humaniter Internasional.

  1. Hamda, Hanung Hisbullah. “Konsep Perlindungan Tawanan Perang Menurut Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Islam.” Jurnal Hukum UII, 2005: 178–179 ↩︎
  2. Ibid. ↩︎
  3. Ishtayeh, Nasser. Amnesty International. November 8, 2023.
    https://www.amnesty.org/en/latest/news/2023/11/israel-opt-horrifying-cases-of-torture-and-degradingtreatment-of-palestinian-detainees-amid-spike-in-arbitrary-arrests/ (accessed April 4, 2024). ↩︎
  4. Ibid. ↩︎
  5. Rob Picheta, Joseph Ataman and Amir Tal. “First testimonies shed light on the conditions endured by Hamas’ Israeli hostages.” CNN News. November 28, 2023.
    https://edition.cnn.com/2023/11/27/middleeast/israel-hamas-hostages-testimony-conditionsintl/index.html (accessed April 5, 2024). ↩︎
  6. Ibid. ↩︎

Disclaimer: Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini sepenuhnya merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan resmi Asosiasi INSANIA APIHHI.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*